Subang, Humas BRIN. Sebagai bentuk kontribusi Riset dalam menciptakan ekosistem pesisir khususnya mangrove Indonesia dan bahkan dunia yang lebih baik dan dalam rangka memudahkan pemantauan hutan mangrove, Pusat Riset Oceanografi BRIN, menyelenggarakan pelatihan “Mangrove Monitoring International Training, 29 Oktober – 6 November 2021. Peserta terdiri dari 42 orang baik dari Indonesia, West Pacific dan Ice Forum
Bersamaan acara pembukaan training, juga meluncurkan aplikasi berbasis ponsel pintar, MonMang generasi kedua, atau MonMang v2.0, yang merupakan teknologi Identifikasi jenis Mangrove Indonesia. Ini adalah aplikasi digital pendukung penelitian, monitoring sekaligus edukasi publik karya anak negeri yang belum pernah ada sebelumnya,dan yang pertama di dunia.
Pusat Riset Oseanografi BRIN, Udhi Eko Hernawan, menyatakan bahwa Indonesia mempunyai sumber daya mangrove terbesar bahkan nomor satu didunia. Sumber daya yang besar tersebut menuntut pengelolaan dan pemantauan kondisi ekosistem yang ada disekitarnya. “Pemantauan butuh data yang regular, valid dan dapat dipertanggung jawabkan,” tutur Udhi, saat menggelar konferensi Pers, pada Jumat (29/10).
Menurut Udhi, pada masa yang lalu monitoring masih dilakukan secara manual, sehingga butuh waktu lama dan orang banyak. Kemudian kita berpikir untuk mengembangkan cara atau metode yang bisa memudahkan kita dalam pemantauan. “ Sejalan dengan perkembangan teknologi 4.0 dimana segala hal dilakukan secara digital mulai ada keinginan bagaimana untuk memudahkan pekerjaan dalam pemantauan ekosistem mangrove,”tambahnya.
Sedangkan alasan diselenggarakannya pelatihan ini Udhi menyatakan, sebagai aplikasi baru maka kita perlu sebar luaskan bagaimana cara pemanfaatan bagi non expert sehingga para pihak yang berkepentingan, bisa diketahui oleh para stakeholder dan pihak – pihak lain yang ingin memanfaatkan aplikasi pemantauan mangrove ini. Dan mengenai alasan pelaksanaannya di Indonesia Udhi juga menambahkan posisi mangrove terbesar ada di Indonesia, tapi manfaatnya tidak hanya bisa dirasakan oleh bangsa Indonesia saja. Namun, juga bermanfaat bagi seluruh penduduk bumi karena mangrove berkontribusi dalam penyerapan karbon untuk perubahan iklim
Penanggung jawab Training, sekaligus peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN, I Wayan Eka Darmawan, menjelaskan sejarah penciptaan MonMang, berawal dari kondisi mangrove di Indonesia sehingga timbul gagasan untuk menciptakan aplikasi teknologi, mulai dari generasi satu menuju ke generasi kedua. “Pada awalnya aplikasi MonMang baru ada diangan-angan pada tahun 2014, bagaimana untuk meringkas tahapan – tahapan pada pemantauan mangrove yang awalnya lima tahap menjadi lebih mudah menjadi satu tahap,” ungkap Wayan Eka. Dirinya merinci, Lima tahapan itu, yaitu: (1). Menuliskan data secara manual; (2). Clearing Data; (3). Input ke spredsheet (excel); (4). masukkan rumus; (5). Membuat kesimpulan. “Untuk pelaksanaan kelima tahapan tersebut butuh waktu lama dan tenaga, belum lagi kalau ada human error akan berpengaruh pada kesimpulan. Sehingga direduksi 5 tahapan menjadi 1 tahapan. Untuk kendala/kesulitan sudah ada di tahun 2014,” urainya.
Wayan menambahkan pada MonMang generasi pertama fokusnya pada upaya membantu orang dalam melakukan pemantauan mangrove, dimana setelah rumus dimasukkan dapat diperoleh kesimpulan. Sedangkan MonMang generasi 2 (MonMang v2.0) dengan upgrade dari andoid ke IOS. “Saat ini Pusat Riset Oeanografi telah berhasil memetakan 32 jenis mangrove dari 43 jenis yang ada,” ungkap Wayan Eka.
Panitia penyelenggara training, juga peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN, Yaya Ihya ulumuddin menyampaikan harapannya pada pelatihan untuk dapat memudahkan kepada para peserta pelatihan (trainee) dalam pemanfaatan aplikasi MonMang v2.0,dan kedepan harapannya akan ada database mangrove yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang memerlukan. Dan terutama menciptakan early warning system bagi pemerintah dan masyarakat sekitarnya. (ecp/ed:mtr)